Lompat ke isi utama

Berita

SLAMET INDHARTO, Sosok Pengawas Desa, Difabel dan Kapabel

MOJOKERTO - Sabtu (4/2/2023) merupakan hari yang menegangkan bagi pendaftar calon Pengawas Pemilu Kelurahan/Desa (PKD) dalam Pemilu Serentak tahun 2024 di Kabupaten Mojokerto. Hari itu, masa pengumuman akhir seleksi PKD, nama yang terpilih akan ikut ambil bagian dalam pengawasan ditingkat Kelurahan/Desa. Bagi sebagian peserta seleksi, rasa penasaran dengan berharap cemas pun menyelimuti perasaan. Apakah menjadi bagian dalam penyelenggara pemilu, atau justru tersisih dalam perhelatn tersebut.

Rasa penasaran dan harap cemas akhirnya terjawab. Secara serentak, Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) mengunggah peserta seleksi terpilih baik di papan pengumuman seketariat maupun di akun social media lembaga pengawas ini. Teka-teki yang begitu menyita perhatian usai sudah.

Gaung bersambut, ada yang murung dan ada pula yang riang gembira. Salah satu yang nampak wajah ceria adalah Slamet Indharto, ia merupakan PKD terpilih di Desa Jolotundo Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto. Lantaran terpilih menjadi PKD, ia pun menginformasikan ke keluarga dan teman sejawatnya. Ada sebuah kegembiraan tulus yang terpancar benderang.

Dalam hajatan lima tahunan, sosok pria ini sebelumnya tak menduga jika namanya masuk deretan pengawas ad hoc desa. Hal itu cukup beralasan, Slamet Indharto adalah penyandang status disabilitas, sebuah takdir yang tak bisa ia tepis. Bagi sebagian  besar masyarakat, penyandang disabilitas tidak mendapat tempat dalam ruang publik, apalagi dalam posisi strategis. “Kalau fisik, kita tidak bisa menawar fisik, kita tidak bisa request ke Tuhan terlahir anaknya Presiden atau Petani, terlahir disabilitas atau tidak, (sekali lagi) kita tidak bisa request. Urusan disabilitas kan tidak bisa nyang-nyangan (tawar menawar), yang bisa kita lakukan ya kita lakukan saja” tegas pria 26 tahun ini.

Meskipun begitu, ia yakin dengan komitmen Bawaslu dalam menyediakan ruang luas dan lebar kepada masyarakat, termasuk terhadap kaum difabel. Lebih lanjut, faktor fisik bukan menjadi faktor utama dalam menentukan pengawas ad hoc, melainkan ada kapasitas dan kemampuan yang turut mendapat tempat lebih. "Sebelumya, saya yakin bahwa Bawaslu ramah disabilitas, tidak akan pandang pilih sepanjang memiliki kapasitas akan dipilih (PKD)” ujar Slamet.

Sosok alumni Fisip Universitas Islam Majapahit (UNIM) Mojokerto ini, sebelum menjadi PKD ia turut berperan aktif dalam membangun acara poadcast di salah satu media online di Mojokerto. Selain itu, selama menjadi Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip UNIM, ia juga menimba ilmu organisasi dan gerakan di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Dalam pergulatan dengan kaum difabel, ia juga pernah aktif menjadi pengajar di SLB Semesta Luar Biasa, Kedung Maling Mojokerto. Berbekal segudang pengalaman tersebut, ia memberanikan diri turut serta dalam proses seleksi PKD. "Selain ingin mendapat pengalaman baru, masuk dalam dunia pengawasan merupakan ruang belajar lebih dalam lagi" tandasnya.

Menjawab Keraguan

Selepas pelantikan PKD (6/2/2023), jajaran pengawas ad hoc langsung tancap gas pengawasan tahapan. Ada dua tahapan yang saling berhimpitan, yaitu pemutakhiran data pemilih (Mutarlih) dan verifikasi faktual dukungan calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Dalam melaksanakan pengawasan dua tahapan diatas bukan tanpa hambatan berarti. Selain "keterbatasan" fisik, kepercayaan publik terhadap penyandang disabilitas senantiasa sebelah mata. Menurut pengalaman selama uji sampling Coklit, Slamet kerap mendapat pertanyaan sempalan yang terkesan meragukan statusnya sebagai PKD. "Kadang dikira kalau saya mau minta sumbangan, padahal mau uji sampling coklit" ujarnya sambil tertawa.

Tak pelak ia pun menjelaskan bahwa kehadirannya adalah sebagai pengawas pemilu tingkat Desa. Pelan tapi pasti, masyarakat Desa Jolotundo kini mulai bisa menerima sosok yang sekilas pendiam namun memiliki gagasan besar ini.

Lain halnya saat pengawasan verfak dukungan DPD, menurut Slamet, tak jarang akses menuju rumah tujuan cukup menyulitkannya. Alhasil, ia meminta bantuan teman akrab untuk mendampingi dalam berjalan. Meski demikian, ia sebenarnya mumpuni melewati akses yang sulit. “Meskipun kita tidak bisa menakar hati seseorang, saya juga tidak berharap pemakluman dari orang lain. Tolak ukurnya ya kinerja dalam pengawasan”

Kendati demikian, anak pertama dari tiga bersaudara ini mampu menyelesaikan tugas yang diberikan jajaran Panwascam. Segenap upaya dan kesungguhan, sosok Slamet Indharto tak perlu dipertanyakan apalagi di sepelekan meski ia Difabel tetapi ia Kapabel.

Tag
Berita